Powered By Blogger

Jumat, 02 Maret 2012


INFLASI dan INDEKS HARGA

Inflasi merupakan salah satu penyakit ekonomi di setiap negara. Semua negara baik negara maju maupun berkembang pasti mengalami apa yang disebut inflasi, hanya besarannya saja yang berbeda. Tingkat inflasi yang dialami negara maju seperti Amerika dan Jepang misalnya mengalami inflasi yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.
Pengertian inflasi sering didefinisikan dengan kalimat yang berbeda-beda. Meskipun pernyataan dalam definisi itu berbeda tetapi semuanya mempunyai maksud yang sama, yaitu membicarakan mengenai barang-barang kebutuhan masyarakat yang harganya naik secara terus-menerus. Jadi, yang dimaksud dengan inflasi adalah suatu peristiwa dalam perekonomian di mana ada kecenderungan harga-harga dari semua barang naik secara terus-menerus atau berulang-ulang.
Yang dimaksud dengan harga (price) adalah harga-harga dari semua kebutuhan masyarakat, secara terus-menerus artinya kenaikan harga barang-barang tersebut bukan hanya satu kali saja tetapi naik secara berulang-ulang. Kenaikan dalam harga barang dan jasa, yang lazimnya terjadi jika pembelanjaan bertambah dibanding pertambahan penawaran atau persediaan barang dan jasa di pasar. Dengan demikian, jelaslah bahwa penekanan istilah inflasi hanya dipakai terhadap kenaikan tingkat harga yang berlangsung secara terus-menerus atau berkepanjangan.
Kenaikan harga yang berlangsung sekaligus seperti lazimnya kenaikan harga beberapa barang pokok pada saat akan lebaran tidak dapat dikatakan inflasi karena tidak mempunyai pengaruh lebih lanjut. Kejadian semacam ini diistilahkan sebagai kenaikan tingkat harga.
Tabel berikut menunjukkan perbandingan tingkat inflasi Indonesia dengan negara lain. Jelas bahwa inflasi di Indonesia termasuk yang paling tinggi.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiAMmyqLRBbbEhgXj35Q08Y2iV7-mgpQ-WdkRgSo5GKXc-tF9p_amqqZirg0PgYHKk0YKDQpbxNLhRA1AkRH6AFFRP5Qti1u4zDk7uNKO9Ip6cmWhsJbe4qTtZcxZTrhg5CUK_tsSoojpQ/s400/New+Picture+(8).png
 Ada beberapa istilah dalam menganalisis/menanggapi terhadap tingkat inflasi, antara lain:

a)    Inflasi Menyusut
Yaitu tingkat inflasi yang cenderung turun dari satu periode ke periode berikutnya. Hal ini ditandai dengan turunnya Indeks Harga Konsumen dari satu periode ke periode berikutnya.
b)    Inflasi Terus Meningkat
Yaitu inflasi yang cenderung meningkat dari satu periode ke periode berikutnya yang dapat dilihat dari kenaikan IHK tiap periode.
c)    Inflasi Tidak Berubah
Yaitu tingkat inflasi yang cenderung konstan, misalnya pada bulan November 2004 2005 tercatat IHK sebesar 106,4 % dan pada bulan Desember 2004 tercatat angka yang sama 106,4%. Maka hal ini dapat dikatakan inflasi tidak berubah.

Berdasarkan alasan-alasan tertentu inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam. Secara berturut-turut perbedaan ini dapat diuraikan sebagai berikut :
a.  Menurut Tingkat Keparahan atau Laju Inflasi
1)  Inflasi ringan  (creeping inflation)
Adalah inflasi yang lajunya kurang dari 10 % setahun, sehingga inflasi ini tidak begitu dirasakan. Inflasi ini sering disebut juga inflasi yang merayap, dan tidak begitu mengganggu perekonomian secara nasional. Seperti pada tahun 2004 lalu di Indonesia laju inflasi di bawah 10 %, sehingga perekonomian Indonesia pada posisi yang stabil. Lihat gambar berikut :
 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrmyDmu6cuVwHzixW6hKYGHNCXgD4XASy26Dho2FtqxpvmZNc6Qml_r4Vrry2nQQv3h7JnRUJ7BEf9FHQ3iN4vZ4KXgEj9U7j5Mzk5GbNEgBQgEOUSLz2dC9p6lr71hTJZgi5HMdC87Ek/s320/New+Picture+(9).png
2)  Inflasi sedang
Adalah inflasi yang lajunya antara 10%-30% setahun. Pada tingkatan ini mulai dapat dirasakan naiknya harga-harga meski tidak begitu signifikan, dan jika tidak segera diatasi akan menjadi inflasi berat.
3)  Inflasi berat
Inflasi yang lajunya berada pada batas antara 30%-100% setahun. Pada tingkat ini harga-harga kebutuhan masyarakat naik secara signifikan dan sulit dikendalikan. Indonesia pernah mengalami inflasi berat pada tahun 1998. Pada waktu itu inflasi per Desember mencapai 77,63 %.

4)  Hiperinflasi
Jenis inflasi ini sangat dirasakan karena dapat terjadi secara besar-besaran dan jika diukur berada di atas 100% setahun. Di Indonesia pada tahun 1966 pernah mengalami inflasi sebesar 600%, hal ini disebab-kan pencetakan uang baru secara besar-besaran untuk menutup defisit anggaran pada waktu itu.

b. Menurut Penyebab Awal Inflasi
1)  Inflasi tarikan permintaan  (  demand pull inflation.)
Adalah inflasi yang disebabkan adanya kenaikan permintaan. Kenaikan permintaan ini sering dinamakan kelebihan permintaan. Kenaikan permintaan masyarakat akan barang-barang dan jasa ini bisa disebabkan oleh:
    a) bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang baru;
    b) bertambahnya investasi swasta karena adanya kredit murah; dan
    c) bertambahnya permintaan barang-barang ekspor.
Apabila permintaan barang-barang tersebut bertambah terus-menerus, sedangkan seluruh faktor-faktor produksi sudah sepenuhnya digunakan maka hal ini akan mengakibatkan kenaikan harga. Kenaikan harga yang secara terus-menerus inilah yang disebut inflasi. Inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan permintaan inilah yang dinamakan inflasi tarikan (Demand Pull Inflation). Untuk  menerangkan inflasi Demand Pull Inflation perhatikan gambar berikut :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgoRforwmPrj1RCnDA6sHqoO_VoGJxitXaAfJ0iAPO_DLwqmhE_VtTbeoFomZ4Xhf1pE11zm5_PFJg0-GcaGAjBjroQ9VC1U8kL4g6amm5W6WtpTIb2bg7yKAvtY1HYOoe0Nh32aRqer7E/s320/New+Picture+(10).png
Apabila ada perkiraan bahwa waktu yang akan datang akan terjadi inflasi, maka pihak perusahaan akan selalu menaikkan harga dan para buruh akan selalu minta kenaikan upah, akibat dari tindakan ini ditunjukkan oleh bergesernya kurva supply yang horisontal ke atas.

Pergeseran kurva supply ini akan mengakibatkan harga naik dari P2 menjadi P3. Selanjutnya hal ini akan mengakibatkan inflasi pada sisi penawaran dengan harga yang naik terus-menerus dan diikuti turunnya produksi dari Y2 menjadi Y1, demikian seterusnya.

c. Berdasarkan Asal Inflasi
1)  Inflasi yang berasal dari dalam negeri disebut  domestic inflation, yaitu inflasi yang disebabkan adanya peristiwa ekonomi dalam negeri, misalnya terjadi defisit anggaran belanja negara yang secara terus-menerus, kemudian pemerintah memerintahkan Bank Indonesia untuk mencetak uang baru dalam jumlah besar. Atau misalnya karena panen yang gagal secara menyeluruh.
2)  Inflasi yang tertular dari luar negeri, yang dikenal dengan  imported inflation, yaitu penularan melalui harga barang impor. Inflasi ini umumnya terjadi di negara berkembang yang mana sebagaian besar bahan baku dan peralatan dalam unit produksinya berasal dari luar negeri. Misalnya di Jepang terjadi inflasi, sedangkan bahan-bahan untuk keperluan industri perakitan mobil, elektronik, foto, tekstil, farmasi dan lain-lain Indonesia mengimpor dari Jepang.

Dengan adanya inflasi maka bahan-bahan tersebut ikut naik. Indonesia sebagai negara pengimpor mau tidak mau juga harus mengikuti kenaikan harga tersebut, imbasnya mau tidak mau hasil produksi dari unit produksi juga akan naik. Selanjutnya hal ini juga akan mengakibatkan inflasi di Indonesia.

a.  Teori Kuantitas
Teori kuantitas ini pada prinsipnya mengatakan bahwa timbulnya inflasi itu hanya disebabkan oleh bertambahnya jumlah uang yang beredar dan bukan disebabkan oleh faktor-faktor lain. Berdasarkan teori ini ada 2 faktor yang menyebabkan inflasi:
1)   Jumlah uang yang beredar
Semakin besar jumlah uang yang beredar dalam masyarakat maka inflasi juga akan meningkat. Oleh karena itu sebaiknya pemerintah harus memperhitungkan atau memperkirakan akan timbulnya inflasi yang bakal terjadi bila ingin mengadakan penambahan pencetakan uang baru, karena pencetakan uang baru yang terlalu besar akan mengakibatkan goncangnya perekonomian
2)   Perkiraan/anggapan masyarakat bahwa harga-harga akan naik Jika masyarakat beranggapan harga-harga akan naik maka tidak ada kecenderungan untuk menyimpan uang tunai lagi, masyarakat akan menyimpan uang mereka dalam bentuk barang sehingga permintaan akan mengalami peningkatan. Hal ini mendorong naiknya harga secara terus-menerus.

Cara mengatasi inflasi menurut teori kuantitas ini juga hanya ada satu jalan saja yang merupakan kunci untuk menghilangkan inflasi yaitu dengan mengurangi jumlah uang yang beredar. Maksudnya bahwa terjadinya inflasi entah faktor apapun yang menyebabkannya, asal jumlah uang yang beredar dikurangi maka dengan sendirinya inflasi akan hilang dan harga akan kembali pada tingkat yang wajar.

a.   Teori Keynes
Menurut teori ini inflasi terjadi karena masyarakat memiliki permintaan melebihi jumlah uang yang tersedia. Dalam teorinya, Keynes menyatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup melebihi batas kemampuan ekonomisnya. Proses perebutan rezeki antargolongan masyarakat masih menimbulkan permintaan agregat (keseluruhan) yang lebih besar daripada jumlah barang yang tersedia, mengakibatkan harga secara umum naik. Jika hal ini terus terjadi maka selama itu pula proses inflasi akan berlangsung. Yang dimaksud dengan golongan masyarakat di sini adalah :
1)   Pemerintah, yang melakukan pencetakan uang baru untuk menutup defisit anggaran belanja dan belanja negara ;
2)   Pengusaha swasta, yang menambah investasi baru dengan kredit yang mereka peroleh dari bank;
3)   Pekerja/serikat buruh, yang menuntut kenaikan upah melebihi pertambahan produktivitas.

Tidak semua golongan masyarakat berhasil memperoleh tambahan dana, karena penghasilan mereka rata-rata tetap dan tidak bisa mengikuti laju inflasi, misalnya pegawai negeri, pensiunan dan petani.

b.   Teori Strukturalis
Teori Strukturalis disebut juga dengan teori inflasi jangka panjang karena menyoroti sebab inflasi yang berasal dari struktur ekonomi, khususnya supply bahan makanan dan barang ekspor. Pertambahan produksi barang tidak sebanding dengan pertumbuhan kebutuhannya, akibatnya terjadi kenaikan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa.
Selanjutnya adalah kenaikan harga barang yang merata sehingga terjadi inflasi. Inflasi semacam ini tidak bisa diatasi hanya dengan mengurangi jumlah uang yang beredar, tetapi harus diatasi dengan peningkatan produktivitas dan pembangunan sektor bahan makanan dan barang-barang ekspor.

Secara umum, inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung, dan mengadakan investasi.
Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi) keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu, orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat, para penerima pendapatan tetap, seperti pegawai negeri atau karyawan swasta, serta kaum buruh akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
a.   Bagi pemilik pendapatan tetap dan tidak tetap
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, di tahun 2003 atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
b.   Bagi para penabung
Inflasi menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang tabungan menghasilkan bunga, tetapi jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap menurun. Jika orang tidak menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang karena untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
c.   Bagi debitur dan kreditur
Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi menguntungkan karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
d.   Bagi produsen
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan Jika pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Jika hal ini terjadi, produsen terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, jika inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen dapat menghentikan produksinya untuk sementara waktu, bahkan jika tidak sanggup mengikuti laju inflasi, dapat gulung tikar (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
e.  Bagi perekonomian nasional
1.   Investasi berkurang.
2.   Mendorong tingkat bunga.
3.   Mendorong penanam modal yang bersifat spekulatif.
4.   Menimbulkan kegagalan pelaksanaan pembangunan.
5.   Menimbulkan ketidakpastian keadaan ekonomi pada masa yang akan datang.
6.   Menyebabkan daya saing produk nasional berkurang.
7.   Menimbulkan defisit neraca pembayaran.
8.   Merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.


Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral, termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen—salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian—akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) ataupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, tidak kecuali Bank Indonesia.

a.  Kebijakan Moneter
Seperti yang telah disebutkan di atas, peran bank sentral dalam mengatasi inflasi adalah dengan mengatur jumlah uang yang beredar. Kebijakan yang diambil oleh bank sentral tersebut dinamakan kebijakan moneter, yaitu dengan menggunakan cara-cara sebagai berikut.
1.  Politik Diskonto (discount policy) adalah politik bank sentral untuk memengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikkan dan menurunkan tingkat bunga. Dengan menaikkan tingkat bunga diharapkan jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berkurang karena orang akan lebih banyak menyimpan uangnya di bank daripada menjalankan investasi.
2.  Politik Pasar Terbuka  (open market policy) dijalankan dengan membeli dan menjual surat-surat berharga. Dengan menjual surat-surat berharga diharapkan uang akan tersedot dari masyarakat.
3.  Politik Persediaan Kas (cash ratio policy) adalah politik Bank Sentral untuk memengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikkan dan menurunkan persentase persediaan kas dari bank. Dengan dinaikkannya persentase persediaan kas, diharapkan jumlah kredit akan berkurang.
4. Pengawasan kredit secara selektif.

b.   Kebijakan Fiskal
Selain kebijakan moneter, pemerintah dapat juga memberlakukan kebijakan fiskal yaitu kebijakan yang berhubungan dengan pengaturan penerimaan dan pengeluaran Negara. Jadi yang diatur dalam kebijakan fiskal adalah:
1.   pengaturan pengeluaran pemerintah (APBN) dan
2.   peningkatan tarif/pajak.
c. Kebijakan Nonmoneter
Selain dua kebijakan di atas ada juga yang disebut kebijakan nonmoneter yang mengatur hal-hal berikut:
1.   Peningkatan produksi.
2.   Kebijakan upah.
3.   Pengawasan harga

Untuk mengukur tingkat harga secara makro, biasanya menggunakan pengukuran Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Indeks (CPI). Indeks Harga Konsumen (IHK) dapat diartikan sebagai indeks harga dari biaya sekumpulan barang konsumsi yang masing-masing diberi bobot menurut proporsi belanja masyarakat untuk komoditi yang bersangkutan. IHK mengukur harga sekumpulan barang tertentu (seperti bahan makanan pokok, sandang, perumahan, dan aneka barang dan jasa) yang dibeli konsumen.
Indeks harga Konsumen (IHK) merupakan persentase yang digunakan untuk menganalisis tingkat/ laju inflasi. IHK juga merupakan indikator yang digunakan pemerintah untuk mengukur inflasi di Indonesia.
Di Indonesia badan yang bertugas untuk menghitung  Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah Badan Pusat Statistik (BPS). Penghitungan IHK dimulai dengan mengumpulkan harga dari tibuan barang dan jasa. Jika PDB mengubah jumlah berbagai barang dan jasa menjadi sebuah angka tunggal yang mengukur nilai produksi, IHK mengubah berbagai harga barang dan jasa menjadi sebuah indeks tunggal yang mengukur sseluruh tingkat harga.
Badan Pusat Statistik menimbang jenis-jenis produk berbeda dengan menghitung harga sekelompok barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen tertentu. IHK adalah harga sekelolmpok barang dan jasa relatif terhadap harga sekelompok barang dan jasa yang sama pada tahun dasar.
IHK adalah indeks yang sering dipakai namun bukanlah satu-satunya indeks yang dipakai untuk mengukur laju inflasi. Masih ada indeks yang dapat digunakan yakni indeks Harga Produsen (IHP), yang mengukur harga sekelompok barang yang dibeli perusahaan (produsen bukannya konsumen).
Adapun rumus untuk menghitung IHK adalah:
 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9TZ63SdUT9RbETHdO-K_NJD-oX8wFRNYbs15fpZYWf8RZSxKMkuR19Tj-mHS6QL3VgQLyOrYMOGFplR1WNmQ0t2zycNd_ctyG6Dl_JrHVNI54GCCDM09ILErQcsI9Polth9Mi9fpAAuM/s200/New+Picture+(4).pngDi mana,
Pn = Harga sekarang
Po = Harga pada tahun dasar







Contoh:
Harga untuk jenis barang tertentu pada tahun 2005 Rp10.000,00 per unit, sedangkan harga pada tahun dasar Rp8.000,00 per unit maka indeks harga pada tahun 2005 dapat dihitung sebagai berikut.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEirQMx2H63fdvCsJKAkjyCvphDp0c40CAO1SuC_8NmGrKWJOG8M7yurXQ2EsKtZfStb0gmDHNywrDgxHVAMRJElShPBaRWmcNfHLpL9X4qW6lZAc9JsK6PWNDSi7ttAqz3LOnlN7kabI2M/s200/New+Picture+(5).png
Ini berarti pada tahun 2005 telah terjadi kenaikan IHK sebesar 25%  dari harga dasar yaitu 125-100 (sebagai tahun dasar). Sedangkan untuk menghitung tingkat inflasi digunakan rumus sebagai berikut.
 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzBeMbMucQSP0spZpH-g95e5arzyJZ1fWdJ3rE2_PM4iLmlGiXl0m_1xrlJesUblI7xdXMwP3uUjzM78paw-XPhGWTe-Yi7JrIryx_Ava1FKBx_5-Oc8VWetsP2XgrERE6BOUAYottz8o/s200/New+Picture+(6).png
Dimana,
IHKn = Indeks Harga Konsumen periode ini
IHKo = Indeks Harga Konsumen periode lalu

Contoh:
Pada guntingan berita di atas Kepala BPS Choiril Maksum mengemukakan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan pada bulan Oktober 2005 mencatat inflasi 28,57. Terjadi kenaikan indeks dari 127,91 pada September 2005 menjadi 164,45% pada bulan Oktober 2005. Dikatakan pada berita tersebut terjadi inflasi sebesar 28,57% dari bulan September 2005 sampai Oktober 2005. Bagaimana kita menghitung angka 28,57%?
 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRUbUSS5jSj72WoQSj_bKn0u9PUjzlXIP-XsFuXPYGbSq7Eh-y0IoS4_Cw6qhPsCSrLmivgS4p-Ya2dVI3AVVybsuxyFJYuLw1ETVS7x1yUymQILdedhyKHv9Dh9wDhqqrIp3XFb-LbL4/s200/New+Picture+(7).png
Jadi jelas bahwa angka 28,57 % tersebut dihitung dengan rumus di atas. Ingat : Inflasi selalu dinyatakan dengan % tetapi indeks tidak dinyatakan dengan %.

Materi Ekonomi


PENDAPATAN NASIONAL

A.  Pengertian
Pendapatan nasional adalah merupakan jumlah seluruh pendapatan yang diterima oleh masyarakat dalam suatu negara selama satu tahun.

B.  Konsep Pendapatan Nasional
1.      PDB/GDP (Produk Domestik Bruto/Gross Domestik Product)
Produk Domestik Bruto adalah jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu Negara selama satu tahun. Dalam perhitungannya, termasuk juga hasil produksi dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi diwilayah yang bersangkutan
2.      PNB/GNP (Produk Nasional Bruto/Gross Nasional Product)
PNB adalah seluruh nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat suatu Negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun, termasuk didalamnya barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat Negara tersebut yang berada di luar negeri.
            Rumus
            GNP = GDP – Produk netto terhadap luar negeri
3.      NNP (Net National Product)
NNP adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat dalam periode tertentu, setelah dikurangi penyusutan (depresiasi) dan barang pengganti modal.
            Rumus :
            NNP = GNP – Penyusutan
4.      NNI (Net National Income)
NNI adalah jumlah seluruh penerimaan yang diterima oleh masyarakat setelah dikurangi pajak tidak langsung (indirect tax)
            Rumus :
            NNI = NNP – Pajak tidak langsung
5.      PI (Personal Income)
PI adalah jumlah seluruh penerimaan yang diterima masyarakat yang benar-benar sampai ke tangan masyarakat setelah dikurangi oleh laba ditahan, iuran asuransi, iuran jaminan social, pajak perseorangan dan ditambah dengan transfer payment.
            Rumus :
PI = (NNI + transfer payment) – (Laba ditahan + Iuran asuransi + Iuran jaminan social + Pajak perseorangan )
6.      DI (Disposible Income)
DI adalah pendapatan yang diterima masyarakat yang sudah siap dibelanjakan oleh penerimanya.
            Rumus :    DI = PI – Pajak langsung
C.     Perhitungan Pendapatan Nasional
1.   Tujuan dan manfaat perhitungan pendapatan nasional
Tujuan mempelajari pendapatan nasional :
    1. Untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu Negara
    2. Untuk memperoleh taksiran yang akurat nilai barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat dalam satu tahun
    3. Untuk membantu membuat rencana pelaksanaan program pembangunan yang berjangka.
2.   Manfaat mempelajari pendapatan nasional
    1. Mengetahui tentang struktur perekonomian suatu Negara
    2. Dapat membandingkan keadaan perekonomian dari waktu ke waktu antar daerah atau antar propinsi
    3. Dapat membandingkan keadaan perekonomian antar Negara
    4. Dapat membantu merumuskan kebijakan pemerintah.
3.   Perhitungan Pendapatan Nasional
    1. Metode Produksi
Pendapatan nasional merupakan penjumlahan dari seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sector ekonomi masyarakat dalam periode tertentu
Y = [(Q1 X P1) + (Q2 X P2) + (Qn X Pn) ……]
b.    Metode Pendapatan
Pendapatan nasional merupakan hasil penjumlahan dari seluruh penerimaan (rent, wage, interest, profit) yang diterima oleh pemilik factor produksi adalam suatu negara selama satu periode.
Y = r + w + i + p
c.     Metode Pengeluaran
Pendapatan nasional merupakan penjumlahan dari seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh seluruh rumah tangga ekonomi (RTK,RTP,RTG,RT Luar Negeri) dalam suatu Negara selama satu tahun.
Y = C + I + G + (X – M)

Pendapatan perkapita

Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan perkapita juga merefleksikan PDB per kapita.
Pendapatan perkapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan perkapitanya, semakin makmur negara tersebut.

Perbandingan per Kapita Indonesia dengan Negara lain

Pendapatan per kapita Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, ternyata masih termasuk rendah. Untuk lebih jelasnya, lihat tabel 1.2.
Sementara itu, pertumbuhan PNB Riil Per Kapita di dunia dapat Anda pelajari tabel 1.3.
Berdasarkan tabel 1.3, secara umum pada tahun 1998 pertumbuhan PNB Riil Per Kapita di dunia mengalami penurunan sebagaimana halnya Indonesia kecuali negara-negara tertentu seperti Amerika Serikat, Jerman, Kanada dan Perancis.
Hal ini terjadi, karena di dunia yang arus globalisasinya semakin gencar, kejadian atau masalah yang terjadi di suatu negara atau kawasan tertentu akan berdampak pula pada negara lainnya.

Hubungan Pendapatan Nasional, Penduduk dan Pendapatan Perkapita

Pendapatan nasional pada dasarnya merupakan kumpulan pendapatan masyarakat suatu negara. Tinggi rendahnya pendapatan nasional akan mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan per kapita negara yang bersangkutan. Akan tetapi, banyak sedikitnya jumlah penduduk pun akan mempengaruhi jumlah pendapatan per kapita suatu negara.

Untuk lebih memperjelas, perhatikan tabel di bawah ini!
Dari tabel 1.1 di atas, nampak jelas bahwa India yang memiliki PDB per tahun US $ 427.407.000.000,00 hanya mendapatkan pendapatan per kapita US $ 440,00. Lain halnya dengan Singapura yang mendapatkan PDB per tahun US $ 95.453.000.000,00 ternyata pendapatan per kapitanya US $ 30.170,00. Mengapa demikian?
Ternyata tingginya pendapatan nasional suatu negara, tidak menjamin pendapatan per kapitanya juga tinggi. Hal ini terjadi karena faktor jumlah penduduk juga sangat menentukan tinggi rendahnya pendapatan per kapita.