INFLASI dan INDEKS HARGA
Inflasi
merupakan salah satu penyakit ekonomi di setiap negara. Semua negara baik
negara maju maupun berkembang pasti mengalami apa yang disebut inflasi, hanya
besarannya saja yang berbeda. Tingkat inflasi yang dialami negara maju seperti
Amerika dan Jepang misalnya mengalami inflasi yang relatif lebih kecil
dibandingkan dengan negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.
Pengertian
inflasi sering didefinisikan dengan kalimat yang berbeda-beda. Meskipun
pernyataan dalam definisi itu berbeda tetapi semuanya mempunyai maksud yang
sama, yaitu membicarakan mengenai barang-barang kebutuhan masyarakat yang
harganya naik secara terus-menerus. Jadi, yang dimaksud dengan inflasi adalah
suatu peristiwa dalam perekonomian di mana ada kecenderungan harga-harga dari
semua barang naik secara terus-menerus atau berulang-ulang.
Yang
dimaksud dengan harga (price) adalah harga-harga dari semua kebutuhan
masyarakat, secara terus-menerus artinya kenaikan harga barang-barang tersebut
bukan hanya satu kali saja tetapi naik secara berulang-ulang. Kenaikan dalam
harga barang dan jasa, yang lazimnya terjadi jika pembelanjaan bertambah
dibanding pertambahan penawaran atau persediaan barang dan jasa di pasar.
Dengan demikian, jelaslah bahwa penekanan istilah inflasi hanya dipakai
terhadap kenaikan tingkat harga yang berlangsung secara terus-menerus atau
berkepanjangan.
Kenaikan
harga yang berlangsung sekaligus seperti lazimnya kenaikan harga beberapa
barang pokok pada saat akan lebaran tidak dapat dikatakan inflasi karena tidak
mempunyai pengaruh lebih lanjut. Kejadian semacam ini diistilahkan sebagai
kenaikan tingkat harga.
Tabel
berikut menunjukkan perbandingan tingkat inflasi Indonesia dengan negara lain.
Jelas bahwa inflasi di Indonesia termasuk yang paling tinggi.
Ada
beberapa istilah dalam menganalisis/menanggapi terhadap tingkat inflasi, antara
lain:
a) Inflasi Menyusut
Yaitu tingkat inflasi
yang cenderung turun dari satu periode ke periode berikutnya. Hal ini
ditandai dengan turunnya Indeks Harga Konsumen dari satu periode ke
periode berikutnya.
b) Inflasi Terus Meningkat
Yaitu inflasi yang
cenderung meningkat dari satu periode ke periode berikutnya yang dapat dilihat
dari kenaikan IHK tiap periode.
c) Inflasi Tidak Berubah
Yaitu tingkat inflasi
yang cenderung konstan, misalnya pada bulan November 2004 2005 tercatat IHK sebesar
106,4 % dan pada bulan Desember 2004 tercatat angka yang sama 106,4%. Maka hal
ini dapat dikatakan inflasi tidak berubah.
Berdasarkan
alasan-alasan tertentu inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam. Secara
berturut-turut perbedaan ini dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Menurut Tingkat Keparahan atau Laju Inflasi
1) Inflasi ringan (creeping
inflation)
Adalah
inflasi yang lajunya kurang dari 10 % setahun, sehingga inflasi ini tidak
begitu dirasakan. Inflasi ini sering disebut juga inflasi yang merayap, dan
tidak begitu mengganggu perekonomian secara nasional. Seperti pada tahun 2004
lalu di Indonesia laju inflasi di bawah 10 %, sehingga perekonomian Indonesia
pada posisi yang stabil. Lihat gambar berikut :
2) Inflasi sedang
Adalah
inflasi yang lajunya antara 10%-30% setahun. Pada tingkatan ini mulai dapat
dirasakan naiknya harga-harga meski tidak begitu signifikan, dan jika tidak
segera diatasi akan menjadi inflasi berat.
3) Inflasi berat
Inflasi
yang lajunya berada pada batas antara 30%-100% setahun. Pada tingkat ini harga-harga
kebutuhan masyarakat naik secara signifikan dan sulit dikendalikan. Indonesia
pernah mengalami inflasi berat pada tahun 1998. Pada waktu itu inflasi per
Desember mencapai 77,63 %.
4) Hiperinflasi
Jenis
inflasi ini sangat dirasakan karena dapat terjadi secara besar-besaran dan jika
diukur berada di atas 100% setahun. Di Indonesia pada tahun 1966 pernah
mengalami inflasi sebesar 600%, hal ini disebab-kan pencetakan uang baru secara
besar-besaran untuk menutup defisit anggaran pada waktu itu.
b.
Menurut Penyebab Awal Inflasi
1) Inflasi tarikan permintaan
( demand pull inflation.)
Adalah
inflasi yang disebabkan adanya kenaikan permintaan. Kenaikan permintaan ini
sering dinamakan kelebihan permintaan. Kenaikan permintaan masyarakat akan
barang-barang dan jasa ini bisa disebabkan oleh:
a)
bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang baru;
b) bertambahnya investasi swasta karena adanya kredit murah; dan
c) bertambahnya permintaan barang-barang ekspor.
Apabila permintaan barang-barang tersebut bertambah
terus-menerus, sedangkan seluruh faktor-faktor produksi sudah sepenuhnya
digunakan maka hal ini akan mengakibatkan kenaikan harga. Kenaikan harga yang
secara terus-menerus inilah yang disebut inflasi. Inflasi yang disebabkan oleh adanya
kenaikan permintaan inilah yang dinamakan inflasi tarikan (Demand Pull
Inflation). Untuk menerangkan inflasi Demand Pull Inflation perhatikan
gambar berikut :
Apabila ada perkiraan bahwa waktu yang akan datang
akan terjadi inflasi, maka pihak perusahaan akan selalu menaikkan harga dan
para buruh akan selalu minta kenaikan upah, akibat dari tindakan ini
ditunjukkan oleh bergesernya kurva supply yang horisontal ke atas.
Pergeseran kurva supply ini akan mengakibatkan harga
naik dari P2 menjadi P3. Selanjutnya hal ini akan mengakibatkan inflasi pada
sisi penawaran dengan harga yang naik terus-menerus dan diikuti turunnya produksi
dari Y2 menjadi Y1, demikian seterusnya.
c.
Berdasarkan Asal Inflasi
1) Inflasi yang
berasal dari dalam negeri disebut domestic inflation, yaitu inflasi yang
disebabkan adanya peristiwa ekonomi dalam negeri, misalnya terjadi defisit
anggaran belanja negara yang secara terus-menerus, kemudian pemerintah
memerintahkan Bank Indonesia untuk mencetak uang baru dalam jumlah besar. Atau
misalnya karena panen yang gagal secara menyeluruh.
2) Inflasi
yang tertular dari luar negeri, yang dikenal dengan imported inflation,
yaitu penularan melalui harga barang impor. Inflasi ini umumnya terjadi di
negara berkembang yang mana sebagaian besar bahan baku dan peralatan dalam unit
produksinya berasal dari luar negeri. Misalnya di Jepang terjadi inflasi,
sedangkan bahan-bahan untuk keperluan industri perakitan mobil, elektronik,
foto, tekstil, farmasi dan lain-lain Indonesia mengimpor dari Jepang.
Dengan adanya inflasi maka bahan-bahan tersebut ikut
naik. Indonesia sebagai negara pengimpor mau tidak mau juga harus mengikuti
kenaikan harga tersebut, imbasnya mau tidak mau hasil produksi dari unit
produksi juga akan naik. Selanjutnya hal ini juga akan mengakibatkan inflasi di
Indonesia.
a. Teori Kuantitas
Teori
kuantitas ini pada prinsipnya mengatakan bahwa timbulnya inflasi itu hanya
disebabkan oleh bertambahnya jumlah uang yang beredar dan bukan disebabkan oleh
faktor-faktor lain. Berdasarkan teori ini ada 2 faktor yang menyebabkan
inflasi:
1)
Jumlah uang yang beredar
Semakin besar jumlah uang yang beredar dalam masyarakat maka inflasi juga
akan meningkat. Oleh karena itu sebaiknya pemerintah harus memperhitungkan atau
memperkirakan akan timbulnya inflasi yang bakal terjadi bila ingin mengadakan
penambahan pencetakan uang baru, karena pencetakan uang baru yang terlalu besar
akan mengakibatkan goncangnya perekonomian
2)
Perkiraan/anggapan masyarakat bahwa harga-harga akan naik Jika masyarakat
beranggapan harga-harga akan naik maka tidak ada kecenderungan untuk menyimpan
uang tunai lagi, masyarakat akan menyimpan uang mereka dalam bentuk barang
sehingga permintaan akan mengalami peningkatan. Hal ini mendorong naiknya harga
secara terus-menerus.
Cara mengatasi inflasi menurut teori kuantitas ini
juga hanya ada satu jalan saja yang merupakan kunci untuk menghilangkan inflasi
yaitu dengan mengurangi jumlah uang yang beredar. Maksudnya bahwa terjadinya
inflasi entah faktor apapun yang menyebabkannya, asal jumlah uang yang beredar
dikurangi maka dengan sendirinya inflasi akan hilang dan harga akan kembali
pada tingkat yang wajar.
a. Teori Keynes
Menurut teori ini inflasi terjadi karena masyarakat
memiliki permintaan melebihi jumlah uang yang tersedia. Dalam teorinya, Keynes
menyatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup melebihi batas
kemampuan ekonomisnya. Proses perebutan rezeki antargolongan masyarakat masih
menimbulkan permintaan agregat (keseluruhan) yang lebih besar daripada jumlah
barang yang tersedia, mengakibatkan harga secara umum naik. Jika hal ini terus
terjadi maka selama itu pula proses inflasi akan berlangsung. Yang dimaksud
dengan golongan masyarakat di sini adalah :
1)
Pemerintah, yang melakukan pencetakan uang baru untuk menutup defisit
anggaran belanja dan belanja negara ;
2)
Pengusaha swasta, yang menambah investasi baru dengan kredit yang mereka
peroleh dari bank;
3)
Pekerja/serikat buruh, yang menuntut kenaikan upah melebihi pertambahan
produktivitas.
Tidak semua golongan masyarakat berhasil memperoleh
tambahan dana, karena penghasilan mereka rata-rata tetap dan tidak bisa
mengikuti laju inflasi, misalnya pegawai negeri, pensiunan dan petani.
b. Teori Strukturalis
Teori Strukturalis disebut juga dengan teori inflasi
jangka panjang karena menyoroti sebab inflasi yang berasal dari struktur
ekonomi, khususnya supply bahan makanan dan barang ekspor. Pertambahan produksi
barang tidak sebanding dengan pertumbuhan kebutuhannya, akibatnya terjadi
kenaikan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa.
Selanjutnya adalah kenaikan harga barang yang merata
sehingga terjadi inflasi. Inflasi semacam ini tidak bisa diatasi hanya dengan
mengurangi jumlah uang yang beredar, tetapi harus diatasi dengan peningkatan
produktivitas dan pembangunan sektor bahan makanan dan barang-barang ekspor.
Secara
umum, inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau
tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif
dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan
pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung, dan
mengadakan investasi.
Sebaliknya,
dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali
(hiperinflasi) keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan
lesu, orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan
investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat, para penerima
pendapatan tetap, seperti pegawai negeri atau karyawan swasta, serta kaum buruh
akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi
semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
a. Bagi pemilik pendapatan tetap dan tidak
tetap
Bagi
masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil
contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang
pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, di tahun 2003 atau
tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah.
Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sebaliknya,
orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti pengusaha,
tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga dengan pegawai yang bekerja
di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
b. Bagi para penabung
Inflasi menyebabkan
orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang
tabungan menghasilkan bunga, tetapi jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai
uang tetap menurun. Jika orang tidak menabung, dunia usaha dan investasi akan
sulit berkembang karena untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank
yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
c. Bagi debitur dan kreditur
Bagi
orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi menguntungkan karena
pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah
dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang
meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih
rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
d. Bagi produsen
Bagi
produsen, inflasi dapat menguntungkan Jika pendapatan yang diperoleh lebih
tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Jika hal ini terjadi, produsen
terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha
besar). Namun, jika inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada
akhirnya merugikan produsen, produsen enggan untuk meneruskan produksinya.
Produsen dapat menghentikan produksinya untuk sementara waktu, bahkan jika
tidak sanggup mengikuti laju inflasi, dapat gulung tikar (biasanya terjadi pada
pengusaha kecil).
e. Bagi perekonomian nasional
1.
Investasi berkurang.
2.
Mendorong tingkat bunga.
3.
Mendorong penanam modal yang bersifat spekulatif.
4.
Menimbulkan kegagalan pelaksanaan pembangunan.
5.
Menimbulkan ketidakpastian keadaan ekonomi pada masa yang akan datang.
6.
Menyebabkan daya saing produk nasional berkurang.
7.
Menimbulkan defisit neraca pembayaran.
8.
Merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
Bank sentral memainkan peranan penting dalam
mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha
mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral
bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya
tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral, termasuk pemerintah.
Hal ini disebabkan sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang
independen—salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan
menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian—akan mendorong
tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar
dan/atau tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain
itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang
domestik. Hal ini disebabkan nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal
(dicerminkan oleh tingkat inflasi) ataupun eksternal (kurs). Saat ini pola
inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, tidak
kecuali Bank Indonesia.
a. Kebijakan Moneter
Seperti
yang telah disebutkan di atas, peran bank sentral dalam mengatasi inflasi
adalah dengan mengatur jumlah uang yang beredar. Kebijakan yang diambil oleh
bank sentral tersebut dinamakan kebijakan moneter, yaitu dengan menggunakan
cara-cara sebagai berikut.
1. Politik
Diskonto (discount policy) adalah politik bank sentral untuk memengaruhi
peredaran uang dengan jalan menaikkan dan menurunkan tingkat bunga. Dengan
menaikkan tingkat bunga diharapkan jumlah uang yang beredar di masyarakat akan
berkurang karena orang akan lebih banyak menyimpan uangnya di bank daripada
menjalankan investasi.
2. Politik Pasar
Terbuka (open market policy) dijalankan dengan membeli dan menjual
surat-surat berharga. Dengan menjual surat-surat berharga diharapkan uang akan
tersedot dari masyarakat.
3. Politik
Persediaan Kas (cash ratio policy) adalah politik Bank Sentral untuk
memengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikkan dan menurunkan persentase
persediaan kas dari bank. Dengan dinaikkannya persentase persediaan kas,
diharapkan jumlah kredit akan berkurang.
4. Pengawasan kredit secara selektif.
b. Kebijakan Fiskal
Selain
kebijakan moneter, pemerintah dapat juga memberlakukan kebijakan fiskal yaitu
kebijakan yang berhubungan dengan pengaturan penerimaan dan pengeluaran Negara.
Jadi yang diatur dalam kebijakan fiskal adalah:
1.
pengaturan pengeluaran pemerintah (APBN) dan
2.
peningkatan tarif/pajak.
c. Kebijakan Nonmoneter
Selain dua kebijakan di atas ada juga yang disebut
kebijakan nonmoneter yang mengatur hal-hal berikut:
1.
Peningkatan produksi.
2.
Kebijakan upah.
3.
Pengawasan harga
Untuk mengukur
tingkat harga secara makro, biasanya menggunakan pengukuran Indeks Harga
Konsumen (IHK) atau Consumer Price Indeks (CPI). Indeks Harga Konsumen (IHK)
dapat diartikan sebagai indeks harga dari biaya sekumpulan barang konsumsi yang
masing-masing diberi bobot menurut proporsi belanja masyarakat untuk komoditi
yang bersangkutan. IHK mengukur harga sekumpulan barang tertentu (seperti bahan
makanan pokok, sandang, perumahan, dan aneka barang dan jasa) yang dibeli
konsumen.
Indeks harga Konsumen
(IHK) merupakan persentase yang digunakan untuk menganalisis tingkat/ laju
inflasi. IHK juga merupakan indikator yang digunakan pemerintah untuk mengukur
inflasi di Indonesia.
Di Indonesia badan
yang bertugas untuk menghitung Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah Badan
Pusat Statistik (BPS). Penghitungan IHK dimulai dengan mengumpulkan harga dari
tibuan barang dan jasa. Jika PDB mengubah jumlah berbagai barang dan jasa
menjadi sebuah angka tunggal yang mengukur nilai produksi, IHK mengubah berbagai
harga barang dan jasa menjadi sebuah indeks tunggal yang mengukur sseluruh
tingkat harga.
Badan Pusat Statistik
menimbang jenis-jenis produk berbeda dengan menghitung harga sekelompok barang
dan jasa yang dibeli oleh konsumen tertentu. IHK adalah harga sekelolmpok
barang dan jasa relatif terhadap harga sekelompok barang dan jasa yang sama
pada tahun dasar.
IHK adalah indeks
yang sering dipakai namun bukanlah satu-satunya indeks yang dipakai untuk
mengukur laju inflasi. Masih ada indeks yang dapat digunakan yakni indeks Harga
Produsen (IHP), yang mengukur harga sekelompok barang yang dibeli perusahaan
(produsen bukannya konsumen).
Adapun rumus untuk menghitung IHK adalah:
Di mana,
Pn = Harga sekarang
Po = Harga pada tahun
dasar
Contoh:
Harga untuk jenis barang tertentu pada
tahun 2005 Rp10.000,00 per unit, sedangkan harga pada tahun dasar Rp8.000,00
per unit maka indeks harga pada tahun 2005 dapat dihitung sebagai berikut.
Ini berarti pada tahun 2005 telah terjadi
kenaikan IHK sebesar 25% dari harga dasar yaitu 125-100 (sebagai tahun
dasar). Sedangkan untuk menghitung tingkat inflasi digunakan rumus sebagai
berikut.
Dimana,
IHKn = Indeks Harga Konsumen periode ini
IHKo = Indeks Harga Konsumen periode lalu
Contoh:
Pada guntingan berita di atas Kepala BPS
Choiril Maksum mengemukakan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan
pada bulan Oktober 2005 mencatat inflasi 28,57. Terjadi kenaikan indeks dari
127,91 pada September 2005 menjadi 164,45% pada bulan Oktober 2005. Dikatakan
pada berita tersebut terjadi inflasi sebesar 28,57% dari bulan September 2005
sampai Oktober 2005. Bagaimana kita menghitung angka 28,57%?
Jadi jelas bahwa angka 28,57 % tersebut
dihitung dengan rumus di atas. Ingat : Inflasi selalu dinyatakan dengan %
tetapi indeks tidak dinyatakan dengan %.